Home Uncategorized PLATFORM BAGIRATA SEBAGAI JALAN TENGAH ATAS INKONSISTENSI REGULASI PEMERINTAH TERKAIT PEMULIHAN EKONOMI

PLATFORM BAGIRATA SEBAGAI JALAN TENGAH ATAS INKONSISTENSI REGULASI PEMERINTAH TERKAIT PEMULIHAN EKONOMI

89
0
SHARE

Briantama Afiq Ashari (2019)

Semua negara di dunia, tak terkecuali Indonesia sedang gencar meninjau ulang berbagai kebijakan karena adanya pandemi COVID-19, mengingat banyak sektor penting yang terkena imbasnya. Penanganan preventif pandemi COVID-19 diupayakan pemerintah untuk menekan laju penyebaran virus COVID-19 agar kepentingan umum demi kesejahteraan rakyat mencakup sektor kehidupan berbangsa dan bernegara tidak mengalami stagnasi. Oleh karena itu, untuk meminimalisir korban COVID-19 maka pemerintah berupaya menerbitkan berbagai regulasi untuk mengatur masyarakat, namun dalam praktiknya justru regulasi tersebut tidak disertai dengan tindak lanjut dari pemerintah. Regulasi yang dibuat oleh pemerintah, dalam hal ini pembatasan interaksi dan aktivitas publik dinilai kurang maksimal karena inkonsistensi dari pemerintah mengenai upaya tindak lanjut dan jangka waktu periode pemberlakuan pembatasan aktivitas. Melihat realita kebijakan pembatasan aktivitas yang tidak efektif maka masyarakat mulai mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan menganggap kebijakan tersebut malah menyebabkan perekonomian semakin stagnan bahkan menurun.

Secara ideal, kebijakan pemerintah memang ditujukan untuk menekan angka korban COVID-19, tetapi tindak lanjut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akibat kebijakan pembatasan aktivitas dan mobilitas dirasa masih tidak menemukan upaya solutif. Implikasi kebijakan tersebut menyebabkan mobilitas masyarakat kini serba dibatasi demi memutus rantai persebaran virus. Akibatnya, kelas pekerja, masyarakat kecil, maupun pelaku usaha kecil menengah yang terdampak pandemi secara langsung mengalami penurunan dalam segi produksi, permodalan, hingga pendapatan, selain itu juga marak terjadi pemutusan hubungan kerja. Hal tersebut kian mengindikasikan bahwa pemerintah tidak memperhatikan dampak jangka panjang dari sebuah kebijakan, padahal pemerintah seharusnya dapat meninjau secara komprehensif, kontekstual, dan disesuaikan dengan realita sosial sebelum menerbitkan suatu regulasi. Artinya, setiap kebijakan harus solutif dan berorientasi pada hajat masyarakat, tanpa menimbulkan problematika yang lebih kompleks.

Oleh karena itu, dalam konteks “Pahlawan di Tengah Pandemi” tentunya dapat dimaknai bahwa definisi tersebut kecil kemungkinan dapat disematkan pada pemerintah,

karena menimbang pro-kontra yang telah terjadi. Dalam tatanan idealis memang tiap regulasi mengandung aspek tertinggi, yaitu pada kepentingan rakyat. Namun, dalam tatanan realita- sosial terkait regulasi pada masa pandemi, dapat disimpulkan pemerintah patut diapresiasi lantaran upaya pencegahan COVID-19 yang begitu masif, akan tetapi dari kebijakan tersebut malah muncul problematika baru yang lebih kompleks, yaitu masalah ekonomi. Ketidakmampuan pemerintah dalam menindaklanjuti kebijakannya membuat skeptisisme masyarakat berada di titik klimaks. Lantas, di dalam situasi pandemi, masih adakah konteks “Pahlawan” dengan gebrakan upaya solutif yang dapat menjadi jalan tengah problematika ini? Tentu saja konteks “Pahlawan di Tengah Pandemi” masih dapat kita jumpai dengan segala upaya solutif beserta kontribusi nyata yang akan menjadi jalan tengah pro dan kontra dari segala permasalahan pemulihan ekonomi di masa pandemi.

Untuk menjawab tantangan menjadi “pahlawan” tanpa menimbulkan problematika baru, penulis mengerucutkan pada sebuah platform yang dapat menjadi jalan tengah pro dan kontra dari permasalahan pembatasan aktivitas dan mobilitas yang bersifat hitam putih. Platform ini menjadi suatu solusi baru (tidak hanya mengkritik) yang berperan menjadi jalan tengah serta oasis yang menyegarkan dahaga untuk mengatasi akar permasalahan dari permasalahan tersebut. Problematika tentang ekonomi akibat tidak adanya tindak lanjut dari pemerintah terkait pemberdayaan akhirnya menyebabkan banyak sektor ekonomi baik kecil maupun besar terhimpit dan meluasnya pemutusan hubungan kerja. Akibatnya, banyak dari mereka yang tidak mampu bangkit secara mandiri. Oleh karena itu, lahirlah konsep yang melandasi platform ini, yaitu kelompok-kelompok yang tidak terdampak secara langsung dapat membiayai atau memberikan tunjangan bagi kelompok yang terdampak melalui konsep redistribusi kekayaan ala ideologi Sosialisme, bukan masalah kaya atau miskin, juga bukan sedekah atau donasi. Lebih lanjut lagi, platform ini menggagas konsep perdana di Indonesia dengan sistem peer-to-peer, platform ini berbeda dengan platform yang pernah ada sebelumnya, karena platform ini konteksnya tidak menampung, tetapi hanya mengawasi jalannya peredaran uang dari donatur ke penerima.

Platform ini bernama Bagirata, sebuah platform layanan publik yang pantas dikatakan sebagai “Pahlawan di Tengah Pandemi” karena telah memberikan kontribusi nyata berupa subsidi silang antar warga yang didirikan pada masa Pandemi COVID-19. Bagirata digagas oleh lima orang volunteer tetap yang terdiri dari Lody sebagai designer, Ivi yang bertugas mengurus partnership dan verifikator, Reza sebagai programmer, Elham sebagai Designer

dan Verifikator, dan Andreas yang bertugas mengelola volunteer dan membantu menulis konten. Untuk volunteer yang keluar masuk sejauh ini ada 20 orang. Hampir semua volunteer sendiri sudah bekerja. Lingkupan volunteer Bagirata sudah mencakup dalam negeri sampai luar negeri. Untuk donatur sudah meluas ke luar negeri, seperti New York, Belanda, Singapura, Australia, dan Seattle. Upaya ini didedikasikan untuk mendukung kelompok kerja yang kehilangan pendapatan tetap akibat pandemi pada sektor industri service, hospitality, retail, transportasi, pendidikan, pariwisata, seni, budaya dan event (hiburan), kreatif, yang  saat ini sedang dihantam keras secara ekonomi karena pembatasan kesehatan dan keselamatan COVID-19.

Konsekuensi regulasi pembatasan tentunya sangat berdampak pada penutupan tempat usaha sehingga terpaksa mengambil unpaid leave, pembatalan acara, pembatalan komisi proyek, pengurangan shift kerja, pemutusan hubungan kerja dan berbagai faktor lainnya. Salah satu program Bagirata yang terus berjalan hingga saat ini, yaitu redistribusi kekayaan berupa subsidi silang, bagi hasil, dan diaspora. Program subsidi silang yang didelegasikan melalui semangat gotong-royong dan volunteer-based, yaitu dengan memfasilitasi proses redistribusi kekayaan pada pekerja yang terdampak agar mencapai dana minimum yang dibutuhkan. Melalui program ini, Bagirata adalah inisiatif warga yang secara khusus  dibangun sebagai stimulus bantuan ekonomi darurat dalam krisis kesehatan global COVID-

19. Ketat maupun longgarnya regulasi tentang pembatasan aktivitas dan mobilitas saat ini tidak serta merta membuat tantangan finansial menjadi selesai. Masyarakat belum sepenuhnya dapat kembali bekerja, begitu pula pedagang, pekerja seni, dan pekerja informal lainnya. Di tengah problematika kompleks ini, prioritas bantuan pemulihan ekonomi justru diselewengkan oleh pejabat negara.

Agenda subsidi silang Bagirata hadir untuk mencerahkan asa masyarakat terkait bantuan pemulihan ekonomi, meskipun tidak dari pemerintah atau lembaga resmi. Capaian redistribusi kekayaan per hari ini (6/11/2021) sejumlah Rp 1.404.903.438 dan sudah membantu 4.080 pekerja yang tersebar di seluruh Indonesia dari 10.915 transaksi subsidi silang. Dalam konteks “pahlawan” yang menjadi jalan tengah untuk permasalahan pandemi, Bagirata telah memberikan solusi konkret atas permasalahan ekonomi akibat tiadanya tindak lanjut dari pemerintah terkait regulasi pembatasan aktivitas dan mobilitas. Selain itu, Bagirata berharap pemerintah dapat mendata ulang para pekerja informal yang terdampak pandemi dan tidak terdata dalam BPJS, seperti guru ngaji, figuran sinetron, guru honorer, game

master, dan lain-lain. Bagirata menekankan agar mahasiswa selalu responsif dalam memberi solusi dan pembaharuan. Sudah saatnya generasi muda turun tangan dan bergerak secara sporadis juga kolektif dengan kapasitas intelektualnya, dimulai dengan gerakan kecil di level micro community.

Bagirata berpendapat bahwa tidak semua pergerakan membutuhkan modal berupa uang, gunakanlah apa yang ada, yaitu intelektual dan teknologi. Kebijakan terkait pandemi COVID-19 menyisakan kebimbangan, dalam konteks upaya preventif meminimalisir laju korban COVID-19 memang sistematis, tetapi tindak lanjut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akibat kebijakan di masa pandemi seringkali tidak terpenuhi dan tidak pasti. Ketidakpastian akan tindak lanjut pemerintah dalam upaya memberikan pemberdayaan atau bantuan ekonomi menimbulkan skeptisisme serta degradasi kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Sosok “pahlawan” sepertinya kian jauh tersematkan dari pemerintah, alih-alih menjadi pahlawan, pemerintah justru bertindak seolah-olah tidak mementingkan kepentingan masyarakat yang terdampak akibat kebijakannya. Untuk itu, konteks “pahlawan” di masa pandemi bergeser ke arah yang lebih progresif, seperti platform Bagirata yang telah penulis paparkan. Bagirata merupakan platform yang mampu memberikan kontribusi nyata akibat tiadanya tindak lanjut pemerintah dalam segi regulasi pembatasan aktivitas dan mobilitas. Mengutip statement Bagirata yang dimuat di instagramnya, yaitu: “Situasi pandemi kian membaik, jumlah kematian menurun, pembatasan sosial mulai dilonggarkan, dan mobilitas mulai ramai disana-sini. Walaupun berat, tetapi kita berhasil melalui pandemi ini bersama dalam dua tahun lamanya, sekarang adalah saatnya kita untuk bangkit bersama. Capaian subsidi silang di bulan Oktober sebesar Rp 1.458.666.363. Jumlah yang memang tidak terlalu masif, tetapi terus berjalan dan mengalir membantu teman-teman kita yang sedang kesulitan mencari nafkah diluar sana. Sedikit demi sedikit lama-lama kita bangkit!”.

DAFTAR PUSTAKA

Bagirata. (n.d.). BagiRata. Retrieved November 7, 2021, from https://bagirata.id/

Bagirata (@bagi.rata) • Instagram photos and videos. (n.d.). Retrieved November 7, 2021, from https://www.instagram.com/p/CURfIKcFofS/

Bernays, E. (2021). Propaganda. CV Jalan Baru.

Chomsky, N. (2020). Politik Kuasa Media. Jalan Baru Publisher. Russel, B. (2019). Sejarah Filsafat Barat (Cetakan IV). Pustaka Pelajar.

Teja, H. (2020). Suara Tuhan Suara rakyat (Cetakan 1). PT. Serambi Ilmu Semesta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here