Home TAJUK Selamat Kepada MK yang Telah Mengamini Dirinya Sebagai Mahkamah Keluarga

Selamat Kepada MK yang Telah Mengamini Dirinya Sebagai Mahkamah Keluarga

123
0
SHARE

Pada Senin, 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusiresmi membacakan putusan lima pengujian materiil terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kelima perkara tersebut diregistrasikan diantaranya perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, Nomor51/PUU-XXI/2023, Nomor 55/PUU-XXI/2023, Nomor90/PUU-XXI/2023, Nomor 91/PUU-XXI/2023, Nomor92/PUU-XXI/2023, dan Nomor 105/PUU-XXI/2023.

Pasal yang diuji dalam kelima perkara tersebut diajukan oleh para pemohon yang ingin menguji konstitusionalitas Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal pencalonan presiden dan wakil presiden. Dalam Putusan MK, empat dari lima putusan tersebut dinyatakan ditolak oleh MK karena tidak beralasan menurut hukum. Tentunya hasil pembacaan putusan tersebut cukup melegakan publik banyak mengingat permohonan pengujian undang-undang tersebut sangat disorot masyarakat karena sarat dengan kepentingan politik.

Akan tetapi, bak dibanting dari ekspektasi, masyarakat Indonesia langsung dikejutkan dengan pembacaan Putusan 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Mahasiswa UNS karena MK mengabulkan sebagian permohonan a quo yang menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar selama tidak dimaknai “Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.” 

Implikasi Putusan MK tersebut tentunya adalah kepala daerah yang walaupun usianya di bawah 40 tahun tetap dapat mencalonkan diri sebagai calon presiden dan wakil presiden, sepanjang memenuhi persyaratan sebagai kepala daerah provinsi atau kabupaten/kota. Kontroversi tentu timbul mengingat putusan ini sangatlah sarat akan political interest di dalam kaitannya dengan Pemilu 2024, karena beredar isu bahwasannya salah satu kepala daerah yang memiliki hubungan keluarga dengan Presiden Jokowi akan dipasangkan oleh salah satu paslon di dalam Pemilu 2024 mendatang. Ditambah lagi fakta bahwa Ketua MK saat ini, Anwar Usman, juga memiliki hubungan keluarga dengan Presiden Jokowi sehingga semakin menimbulkan kecurigaan serius di dalam putusan MK yang mengubah persyaratan calon presiden/wakil presiden.

Publik tentunya berhak untuk mencurigai adanya permainan politik di dalam putusan tersebut, sebab sesuatu yang dekat dengan spektrum kekuasaan tentunya akan sarat akan intervensi politik pula di dalamnya, dan hubungan kekeluargaan antara Ketua MK dengan Presiden tentunya juga dapat berpotensi membuat putusan hakim MK yang menjadi bias kepentingan. 

Putusan ini juga menggambarkan dengan jelas bagaimana supremasi kekuasaan eksekutif dalam tubuh kekuasaan negara, sehingga seakan-akan kekuasaan yudikatif hingga legislatif tidak lain hanya merupakan perpanjangan tangan dari kekuasaan eksekutif belaka. Iklim demokrasi yang serampangan ini tentunya akan semakin mematikan nalar berpikir demokratis di dalam kehidupan bernegara, sebab tidak ada lagi jaminan keadilan dan kepastian hukum karena kekuasaan kehakiman telah terkooptasi dengan keinginan penguasa.

Selain itu, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 bisa dikatakan bentuk permainan politik yang nyata, sebab dikabulkannya pengecualian pencalonan presiden dan wakil presiden oleh kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dengan usia di bawah 40 tahun merupakan sebuah putusan yang lebih tidak beralasan hukum, sebab seakan-akan putusan ini merupakan pengondisian nyata terhadap salah satu tokoh kepala daerah. Putusan ini juga lebih bernuansa eksklusivitas dan tertutup dibandingkan dengan permohoan penurunan batas usia 40 tahun, karena setidak-tidaknya di dalam kondisi tersebut semua warga negara lebih memiliki peluang serta kesempatan yang sama untuk memilih dan dipilih.

Kemudian timbul juga permasalahan yuridis, yaitu apakah MK telah melampaui kewenangannya sendiri mengingat fungsi MK sendiri adalah negative legislature(membatalkan atau menyatakan tidak sahnya suatu norma), sedangkan di dalam putusan 90/PUU-XXI/2023 jelas bahwa MK merumuskan suatu norma baru dengan melakukan pengecualian terhadap batas usia 40 tahun bagi kepala daerah yang pernah dipilih dalam pemilihan umum kepala daerah, karena kewenangan di dalam melakukan positive legislature (membentuk norma) merupakan kewenangan pembentuk undang-undang. 

Tentu timbulnya kecurigaan publik terhadap pelanggaran etik serta yuridis dalam Putusan MK sangatlah beralasan mengingat semiotika-semiotika pembangkangan MK terhadap konstitusi sebagai rule of law dan rule of ethics dapat dilihat secara nyata di depan kita di dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Oleh karena itu, dengan penuh keyakinan tim redaksi LPM ManifesT menyatakan selamat bagi Mahkamah Konstitusi karena telah mengamini dirinya sebagai Mahkamah Keluarga, dimana kepentingan-kepentingan golongan dan  anggota keluarga lebih penting dibandingkan dengan kepentingan negara!

Oleh: Redaksi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here