Home OPINI Problematika Kesejahteraan dan Kualitas Guru Honorer

Problematika Kesejahteraan dan Kualitas Guru Honorer

149
0
SHARE

Banyak ungkapan bahwa guru merupakan profesi “tanpa tanda jasa”, seorang figur yang tidak membutuhkan timbal balik. Padahal, pada realitanya, guru juga memiliki kebaragaman kebutuhan yang perlu dipenuhi dan merupakan profesi yang memiliki profesionalitas layaknya profesi dokter, hakim, arsitek, ataupun profesi lainnya. Menurut Mansir (2020), guru di Indonesia memiliki tuntutan untuk memiliki kualitas dalam profesionalitas, berkarakter positif, dan memiliki intelektual yang mumpuni. Selain itu, guru ditekankan untuk dapat menguasai kurikulum serta materi dan teknik pengajaran dalam pengelolaan kelas dan pemberian materi, serta memberikan contoh terhadap para peserta didiknya. Hal-hal tersebut harus dipenuhi oleh seorang guru dalam proses pengajaran dan selama berada di lingkungan sekolah. Dibalik tugas dan tuntutan guru yang mulia tersebut, perlu diakui di sisi lain masih banyak guru yang merasa khawatir dengan kecukupan dan kesejahteraan yang belum pasti.

Kekhawatiran tersebut sangat dirasakan terutama pada guru honorer yang kebanyakan memiliki gaji tidak lebih dari standar minimal UMR. Meskipun pemberian upah terbilang sedikit, guru honorer seringkali bertahan karena memiliki motivasi agar pengabdian dirinya dapat menghasilkan generasi penerus yang cerdas, mencintai anak-anak yang diajarnya, dan dalam jenjang karir, mereka memiliki harapan agar mendapatkan pengangkatan status menjadi ASN sehingga kesejahteraan dalam mencukupi hidup sehari-sehari dapat menjadi hal yang terpenuhi. Para guru senantiasa bekerja keras memberikan dedikasinya dalam pemberian pembelajaran dan memperhatikan setiap murid, jika dibandingkan dengan gaji yang didapat, hal tersebut tidak sebanding. Rata-rata upah honorer terutama di kota-kota kecil diberikan mulai dari rentang Rp200.000 sampai dengan Rp600.000 setiap bulannya, bahkan ada yang dibayar dua bulan sekali. 

Gaji yang diterima terbilang ‘tidak sesuai’ dengan besarnya tanggung jawab yang perlu dilaksanakan oleh seorang guru, mulai dari pembelajaran, memperhatikan peserta didik, pelaksanaan ujian, penilaian rapor, serta acara-acara lain yang perlu ditangani oleh guru dalam upaya meningkatkan kecerdasan generasi penerus bangsa. Perbandingan jam kerja dan beban berat kerja pun tak jauh berbeda dengan guru yang sudah menjadi ASN ataupun P3K. Perlu perjuangan belasan tahun bagi seorang guru untuk mendapatkan kesejahteraan, bahkan ironisnya lagi guru senior pun masih banyak yang belum sejahtera.

Upah yang kecil dan perhatian pemerintah yang tidak konsisten terhadap permasalahan guru honorer ini mempengaruhi kualitas kinerja guru di Indonesia. Guru yang gagap teknologi juga membuat guru memiliki hambatan dalam berpikir maju menyesuaikan diri dengan teknologi, karena minimnya pelatihan yang dilaksanakan. Guru merasa tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan kualitas karena upah yang diberikan tidak dapat membantu mereka meningkatkan kualitasnya secara memadai. Masih terdapat banyak guru yang belum memenuhi kualifikasi menjadi seorang guru, sehingga  pemerintah perlu melaksanakan peningkatan kinerja guru bersamaan dengan meningkatkan kesejahteraan sehingga dapat tercipta dorongan antar guru untuk memiliki kualifikasi yang sesuai dengan kesejahteraan yang sudah pasti didapat. 

Upaya guru dalam meningkatkan kompetensi keguruan terhambat karena pemberian upah yang rendah sehingga hal ini ikut mempengaruhi kualitas pendidikan. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pernah merilis peringkat kualitas pendidikan negara di dunia, dan hasilnya Indonesia mendapati peringkat 69 dari 76 negara yang disurvei. Guru honorer seringkali mencari tambahan melalui pekerjaan sampingan, sehingga, proses dalam peningkatan kualitas profesi guru, serta dalam pelaksanaan pembelajaran dan pemenuhan beberapa kebutuhan administrasi dalam mengajar seperti rencana pembelajaran, refleksi diri, penilaian, dan lain sebagainya mengalami hambatan dan mengakibatkan kualitas pendidikan dan karakter pendidik yang kurang memadai.

Selain itu, beberapa pemenuhan persyaratan dalam perekrutan P3K, seperti minimal 2 tahun mengajar sehingga mendapatkan NUPTK, minimal masa kerja 5 tahun sehingga dapat mengikuti Program Profesi Guru (PPG) dalam jabatan, membuat beberapa guru memiliki pengurangan motivasi dalam mengajar dan kecemasan terhadap kesejahteraan perekonomiannya. Guru honorer memerlukan waktu lama untuk mendapatkan status kepegawaian P3K dan perlu melalui proses yang panjang dan menghadapi ketidakpastian dalam pengangkatannya. Masih terdapat banyak guru yang mengabdi bertahun-tahun lamanya, namun dalam profesi mengajarnya tidak nampak peningkatan dalam kesejahteraan perekonomian guru. 

Profesi guru sebaiknya dijadikan isu yang perlu diprioritaskan sebagai profesi yang perlu diperhatikan oleh pemerintah baik dalam kesejahteraannya maupun kualitas profesi guru itu sendiri. Karena keduanya memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi dan saling meningkatkan. Sejatinya, segala perkembangan dan kemajuan yang terjadi di berbagai sektor dan sumber daya manusia, bermula dari pendidikan yang didapat oleh seseorang. Pemberian upah dan insentif terhadap guru, utamanya pada guru honorer atau guru yang sedang dalam proses menempuh P3K dan sertifikasi, perlu dilakukan peningkatan upah, utamanya bagi guru yang bertugas di daerah terpencil dan sulit dijangkau. Pada dasarnya, kenaikan upah pada guru akan mendorong semangat guru dalam mengajar. 

Pemerintah juga perlu memenuhi hak guru honorer untuk mendapatkan upah dan memiliki kualifikasi yang layak, sesuai dengan yang terdapat dalam Pasal 14UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyatakan bahwa guru memiliki hak dalam memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan kesejahteraan sosial, memperoleh promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, memperoleh perlindungan dalam pelaksanaan tugas dan hak atas kekayaan intelektual, mendapatkan kesempatan peningkatan kompetensi, serta mendapatkan dan memanfaatkan sarana prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan. Jika poin-poin yang terdapat dalam Pasal 14 di atas terpenuhi dan saling berkesinambungan, kemudian pemerintah melaksanakan pembenahan dan memprioritaskan permasalahan pendidikan beserta sumber daya pendidiknya dengan lebih serius, maka kualitas dan kesejahteraan guru dapat meningkat secara signifikan.

Oleh : Citra Kartika Gusti Putri (Manifestor 2022)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here