Home Uncategorized Peraturan Rektor Dipertanyakan oleh Pihak Ormawa, Dibilang Menghapus Kultur dan Norma yang...

Peraturan Rektor Dipertanyakan oleh Pihak Ormawa, Dibilang Menghapus Kultur dan Norma yang Sudah Ada

1054
0
SHARE

Manifest, Malang, (Sabtu, 24/07/2021) — Pada Jumat, 23 Juli 2021 telah diadakan diskusi publik dengan judul “Diskusi Publik Pertor Ormawa: Bentuk Pengerdilan Peran Mahasiswa?” yang dilakukan secara daring. Kegiatan tersebut merupakan inisiatif Kementrian Kebijakan Kampus Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya dengan mengundang Prof. Dr. Abdul Hakim, M.Si., Moh. Ali Yafie, dan Fajar Nur Ramadhan Winandi sebagai narasumber. Acara yang dimulai pukul 19.00 WIB tersebut mengangkat isu mengenai rancangan Peraturan Rektor Organisasi Mahasiswa yang telah melahirkan berbagai pertanyaan dan pro kontra, khususnya bagi pihak organisasi mahasiswa (ormawa).

Prof. Dr. Abdul Hakim, M.Si., selaku pemateri pertama menyampaikan bahwa peraturan rektor (pertor) yang dimaksud belum dibahas lebih rinci, tetapi substansinya telah diimplementasikan dalam pengangkatan Presiden EM dan Ketua DPM tahun lalu. Lalu untuk tahun ini, beliau bersama staf ahlinya menyusun rancangan pertor untuk membahas unsur yang lebih luas, seperti pengangkatan Ketua UKM di tingkat universitas maupun fakultas. Sebagai Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, beliau juga menegaskan bahwa pertor ini hadir sebagai payung hukum bagi semua peraturan di tingkat bawah, termasuk undang-undang milik organisasi kemahasiswaan.

“Adanya rancangan pertor ini juga sebagai suatu hasil berkaca dari beberapa universitas di Indonesia,” jelas beliau dalam diskusi tadi malam. Beberapa universitas yang tingkatnya di atas Universitas Brawijaya telah membuat pertor secara mendetail dan tegas, serta tak hanya mencakup poin membentuk, membekukan, dan menutup ormawa seperti milik Universitas Brawijaya saja, tetapi hal seperti pembentukan UKM, ruang lingkup yang luas hingga mahasiswa tingkat pascasarjana, dan adanya partisipasi Tim Yudisial dalam konflik juga diatur di dalamnya.

Beliau juga menambahkan jika masih ada proses harmonisasi, yang mana akan dimungkinkan terjadi perubahan, penambahan, maupun pengurangan. Perwakilan mahasiswa juga akan diikutsertakan dalam proses tersebut. Bapak Arif Zainudin selaku staf ahli, menambahkan jika semua ini tidak dianggap sebagai pengerdilan karena mahasiswa tetap dilibatkan dalam proses harmonisasi.

Diskusi dilanjutkan oleh pemateri kedua, yaitu Moh. Ali Yafie, yang membahas tentang kajian mengenai rancangan Pertor Ormawa yang merupakan hasil kajian bersama aliansi BEM Se-UB. Presiden EM tersebut menyampaikan jika terdapat beberapa pasal dalam Peraturan Rektor Ormawa yang tidak relevan.

“Yang mengerti kebutuhan organisasi adalah organisasinya sendiri,” ucap Ali. Ia berharap unsur dosen dan tenaga kependidikan baiknya menjadi fasilitator saja. Campur tangan unsur lain tersebut, seperti yang ada dalam rancangan, menandakan adanya pereduksian peran mahasiswa, peluang mahasiswa untuk mendapat pengalaman menjadi lebih kecil, serta berkurangnya kedaulatan yang dimiliki oleh ormawa.

Selain itu, ia juga menyampaikan jika ormawa menginginkan adanya koordinasi yang lebih baik untuk ke depannya. Hal itu dimaksud agar ormawa dan mahasiswa mengetahui dari awal sehingga tidak ada pertanyaan-pertanyaan semacam ini.

Materi ketiga disampaikan oleh Fajar Nur Ramadhan Winandi selaku Ketua DPM berupa kelanjutan dari kajian milik Moh. Ali Yafie, Fajar menyatakan bahwa pertor mengatur terlalu luas, sampai lingkup fakultas yang seharusnya bukan otonomi milik rektor, tetapi milik dekan.

“Kami bisa mengatakan bahwa pertor ini sebuah omong kosong,” ungkap Fajar dengan lugas karena tidak adanya pasal lanjutan dalam pertor yang mengatur tentang peraturan turunan. Dengan begitu, bawahan setingkat fakultas sendiri tidak bisa membuat peraturan dekan berdasarkan pertor ini. Hal ini juga melanggar konsep kebebasan akademik, yang mana ormawa seharusnya bisa membuat peraturan secara mandiri dan belajar mengenai birokrasi dari sana, serta bertentangan dengan kultur dan norma tidak tertulis yang sudah ada. (ndy/rfk)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here