Home Berita Seminar Nasional Kedaulatan Pangan: Dewan Profesor Universitas Brawijaya Dorong Perubahan Paradigma Ketahanan...

Seminar Nasional Kedaulatan Pangan: Dewan Profesor Universitas Brawijaya Dorong Perubahan Paradigma Ketahanan Pangan menjadi Kedaulatan Pangan

321
0
SHARE
Sumber: Dokumentasi Pribadi

ManifesT, Malang, (Rabu, 15/6/2022) – Dewan Professor Universitas Brawijaya menggelar seminar nasional bertajuk “Mewujudkan Kedaulatan Pangan Nasional dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan yang Baik dan Sehat bagi Warga Negara” pada hari Rabu (15/6/2022). Seminar yang diadakan di Gedung Widyaloka ini menghadirkan empat narasumber, yaitu Prof. Dr. Risfaheri, M.Si., Prof. Dr. Ir. Hendrawan Soetanto, M.Rur.sc., Prof. Dr. Rachmad Safa’at, S.H., M.H., dan Prof. Dr. Ir. Andy M. Syakir, M.S.. Seminar ini diselenggarakan dalam rangka mendorong perubahan paradigma pemenuhan pangan di Indonesia yang semula berbentuk ketahanan pangan menjadi kedaulatan pangan.

Prof. Dr. Risfaheri, M.Si. selaku Plt. Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Nasional RI didapuk sebagai pembicara kunci (keynote speaker) dalam seminar ini. Beliau memaparkan beberapa kunci materi terkait tantangan dan strategi badan pangan nasional. Dalam pemaparannya, Prof. Risfaheri menyebutkan bahwa daya dukung pertanian yang terbatas, produksi pangan yang tidak merata antar musim, dan persaingan pasar global menjadi tantangan yang serius terhadap pangan Indonesia. Kemudian demografi penduduk, peningkatan masyarakat kelas menengah, dan food loss and waste juga turut menjadi beberapa tantangan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam pembangunan pangan. Lebih lanjut, untuk menjaga stabilitas dan ketersediaan pangan nasional, Badan Pangan Nasional (BPN) mencanangkan beberapa strategi, antara lain melakukan pengendalian impor dan ekspor pangan, melakukan stabilisasi harga pangan pada produsen dan konsumen, dan melakukan pengendalian pemborosan pangan (food waste).

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dari Ketahanan Pangan ke Kedaulatan Pangan

Politik hukum pangan pemerintah dapat diaplikasikan dalam dua bentuk yaitu ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. Terdapat perbedaan mendasar di antara kedua bentuk politik hukum pangan ini, yaitu ketahanan pangan lebih menitikberatkan pada ketersediaan pangan sedangkan kedaulatan pangan menitikberatkan pada pada kemandirian pangan. Namun, sejauh ini nampaknya Pemerintah Indonesia cenderung mengikuti paradigma ketahanan pangan. “Itu (paradigma ketahanan pangan) harus diubah, jika tidak diubah, maka seluruh makanan kita akan import dan itu akan membahayakan kedaulatan pangan,” ujar Prof. Dr. Rachmat Safaat, S.H., M.Si., saat diwawancarai tim liputan ManifesT. Menurutnya, masyarakat adat di Indonesia mampu berdaulat atas pangan, contohnya suku Baduy dan suku Tengger yang mampu mencukupi kebutuhan pangannya sendiri dengan kata lain berdaulat atas pangan. “Pemerintah Indonesia sebenarnya juga mampu untuk berdaulat atas pangannya, tetapi pemerintah lebih memilih menggunakan ketahanan pangan karena pemerintah melihat pada sisi keuntungannya,” lanjut Prof. Dr. Rachmat Safaat, S.H., M.Si..

Lebih lanjut, terkait penegasan regulasi alih fungsi lahan, beliau berpendapat bahwa adanya undang-undang untuk melindungi lahan pertanian abadi seringkali bergeser karena persoalan komitmen kekuasaan. “Oleh karena itu harus ada reforma agraria yang memberikan tanah kepada petani minimal dua hektar,” tegasnya.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Hal yang paling memungkinkan untuk dikerjakan saat ini dalam rangka pengalihan ketahanan pangan menjadi kedaulatan pangan yaitu dengan melakukan aksi jangka pendek dan jangka panjang. Dalam aksi jangka pendek, masyarakat khususnya yang berada di daerah perkotaan hendaknya menanam kebutuhan pangannya sendiri (food farming), sehingga krisis pangan tidak akan terjadi. “Hal serupa juga dilakukan oleh masyarakat Jepang, padahal lahan mereka sangat terbatas,” ujar Prof. Dr. Rachmat Safaat, S.H., M.Si.. Selanjutnya, dalam aksi jangka panjang, sudah harus dilakukan perubahan kebijakan dan tata kelola kelembagaan. Menurutnya, jika tidak ada perubahan tersebut, masyarakat akan terjebak pada krisis pangan yang serius.

Peraturan Hukum Kedaulatan Pangan Indonesia

Ditinjau dari segi hukum, penyelenggaraan pangan untuk warga negara secara implisit telah termaktub di dalam Sila ke-5 Pancasila dan Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 A, dan Pasal 28 C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Kemudian dari dasar negara dan konstitusi negara tersebut, diundangkan UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. UU Pangan ini sempat digugat oleh 12 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan alasan tidak berdaulat atas pangan. Namun gugatan ini ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi. Terkait hal ini, Prof. Dr. Rachmat Safaat, S.H., M.Si., dalam paparannya menyampaikan bahwa beliau menyayangkan keputusan Mahkamah Konstitusi ini karena menurutnya paradigma yang termuat di dalam UU Pangan masih belum tuntas. Selanjutnya, diterbitkan aturan turunan dari UU Pangan, yaitu PP No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan dan Perpres No. 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional. Namun sayangnya, lagi-lagi peraturan tersebut lebih menitikberatkan pada ketahanan pangan bukan kedaulatan pangan. Selain itu, dalam peraturan secara keseluruhan tidak dicantumkan secara eksplisit kewajiban pemenuhan kebutuhan akan pangan oleh Pemerintah untuk warga negara, hal ini mengindikasi penyimpangan yang akan lebih mudah untuk dilakukan.

Terselenggaranya seminar ini diharapkan menjadi suatu alarm untuk menyadarkan pemerintah akan urgensi kedaulatan pangan di Indonesia. Dengan mengetahui permasalahan pangan yang semakin sering terjadi, memperlihatkan bahwa pemerintah Indonesia dinilai belum selesai dalam menangani permasalahan pangan di Indonesia. Adanya strategi baru dari Badan Pangan Nasional (BPN) serta solusi yang dikemukakan oleh para narasumber, diharapkan dapat menjadi arah kebijakan yang sesuai dalam pemenuhan kebutuhan pangan yang baik dan sehat bagi warga negara agar segera terlaksana kedaulatan pangan nasional di Indonesia.

Penulis: Anindya Yustika, Zakiyyatu Fadzilla

Editor: Tazkiya Lidya Alamri

Pimpinan Redaksi: Trian Marfiansyah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here