Home Berita Mahasiswa Tegaskan Isu Perempuan bukan Hanya Tanggung Jawab Perempuan

Mahasiswa Tegaskan Isu Perempuan bukan Hanya Tanggung Jawab Perempuan

74
0
SHARE
Ken Swastyastu, anggota Women's March Malang menjelaskan jika masih terjadi ketidaksetaraan akses, khususnya dalam hal akses pendidikan bagi perempuan. (Foto: Fasha)

Malang, ManifesT – Bulan Maret menjadi bulan yang cukup penting bagi pergerakan perempuan di seluruh dunia. Alasannya, setiap tanggal 8 Maret, diperingati Hari Perempuan Sedunia atau International Women’s Day yang selalu mengangkat dan menggelorakan isu-isu perempuan. Pada tahun ini, tagar Inspire Inclusion diangkat sebagai tema utama peringatan hari perempuan internasional.

Peringatan Hari Perempuan Internasional ini selalu menjadi momentum bagi para perempuan, mahasiswa, maupun aktivis untuk menyuarakan pendapat-pendapatnya terkait kesetaraan gender. Mereka berpendapat bahwa sekarang ini, khususnya di Indonesia, masih banyak tindakan-tindakan yang tidak mencerminkan kesetaraan gender.

Seperti yang diungkapkan oleh Anjelita Putri Ramadhanty, mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2022, yang merupakan Dirjen Pengarusutamaan Gender Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya, yang mana ia menyampaikan pandangannya mengenai fenomena ketidaksetaraan gender yang masih terjadi di Indonesia. 

Dirjen Pengarusutamaan Gender EM UB Anjelita Putri Ramadhanty menjelaskan tentang kesetaraan gender saat diwawancarai oleh ManifesT. (Foto: Fasha dan Zalfa) 

Menurutnya, ketidaksetaraan gender adalah hal yang tidak baik dan seharusnya tidak ada. Namun, di dalam struktur masyarakat masih terdapat pembedaan, menyebabkan ketimpangan gender. Dalam hal ini, ia juga menyoroti pentingnya kesetaraan dalam pendidikan dan kehidupan sosial, serta mengkritisi stigma dan kekerasan seksual yang menghambat perempuan mencapai kesetaraan.

“Antara laki-laki dan sesama perempuan itu punya hak yang sama, punya kesempatan yang sama, yang dimana kita tidak ada pembedaan gitu, bahkan dari Tuhan pun kita tidak ada pembedaan sama sekali kecuali secara biologisnya ya, tapi untuk mendapatkan pendidikan segala macam-macam itu semua seharusnya setara karena dari awal kita tidak ada perbedaan,” tegas Anjelita.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ken Swastyastu, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya angkatan 21, yang juga merupakan anggota Women’s March Malang. Menurutnya, pemahaman tentang kesetaraan gender bervariasi dan tidak semua orang merasakan ketidaksetaraan tersebut. Ia menyoroti pentingnya akses, terutama dalam hal pendidikan, yang dapat menjadi privilege bagi sebagian mahasiswa. Namun, ia juga mengakui bahwa masih ada perempuan lain di luar lingkungan akademis yang tidak memiliki akses yang sama.

“Bagaimana dengan perempuan-perempuan atau teman-temen lain yang bukan  mahasiswa, itu kan tidak memiliki pemahaman untuk masalah seperti ini. Ketidaksetaraan ini juga perihal akses, makanya masih banyak keresahan-keresahan yang harus dipantik dan keresahan-keresahan yang muncul ini sejenis alarm bagi kita, bahwa dunia atau lingkungan ini masih belum setara dan kita ciptakan bareng-bareng,” jelas Ken.

Tantangan terbesar bagi perempuan dalam mencapai kesetaraan gender, menurut Ken, adalah pemikiran bahwa isu-isu perempuan hanya menjadi tanggung jawab perempuan sendiri. Ia menekankan pentingnya partisipasi aktif dari semua pihak, termasuk laki-laki, dalam menciptakan lingkungan yang mendukung kesetaraan gender.

“Menurut aku, tantangan terbesar itu mungkin lingkungan yang kita idam-idamkan bersama itu tidak bisa dibebankan ke satu pihak saja, tidak hanya diusahakan oleh teman-temen perempuan saja, tapi juga dari teman-teman laki-laki,” ungkap Ken.

Lebih lanjut, Ken dan Anjelita juga menyoroti peran media sosial dalam mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap perempuan dan kesetaraan gender. Menurut mereka, media sosial dapat menjadi platform yang efektif untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu tersebut.

“Karena hampir semua orang mempunyai gadget dan media sosial, dimana media sosial ini digunakan untuk memberikan pendidikan-pendidikan ataupun informasi-informasi baru misalkan apa itu kesetaraan gender, apa sih yang dimiliki oleh masing-masing orang mempunyai hak yang sama dan kesempatan yang sama tadi,” jelas Anjelita.

Sebagai individu dan masyarakat, Ken dan Anjelita percaya bahwa kita dapat meningkatkan kesetaraan gender dengan mengedepankan nilai kemanusiaan. Menjadi manusiawi dalam tindakan dan sikap terhadap sesama merupakan langkah awal yang penting dalam memperjuangkan kesetaraan gender.

Menurut Ken dan Anjelita, pemberitaan mengenai Peringatan Hari Perempuan Internasional ini menjadi salah satu wujud perjuangan untuk meningkatkan kesadaran dan mengatasi ketidaksetaraan gender di masyarakat.

Penulis: Nizar dan Zalfa

Editor: Raynaldy Aulia Mahendra

Pimpinan Redaksi: Marvella Nursyah Putri

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here