Home Tokoh Goenawan Mohamad: Suara Kritis dalam Media Indonesia

Goenawan Mohamad: Suara Kritis dalam Media Indonesia

68
0
SHARE

Goenawan Mohamad, seorang tokoh yang dikenal sebagai pendiri majalah ‘Tempo’. Ia merupakan seorang penulis esai, penyair, penulis naskah, dan editor. Beliau lahir di Batang, Jawa Tengah, pada tanggal 29 Juli 1941. Goenawan Mohamad telah menghasilkan karya-karya yang memberikan kontribusi besar dalam perkembangan sastra dan jurnalisme di Indonesia.

Pendidikan formal Goenawan dimulai dari Sekolah Rakjat Negeri Parakan, Batang, dilanjut dengan pendidikan menengah di SMP Negeri II Pekalongan dan SMA Negeri Pekalongan. Kemudian, di bangku kuliah ia mengambil jurusan pendidikan psikologi di Universitas Indonesia, tetapi ia tidak menyelesaikannya. Setelah itu, Goenawan melanjutkan pendidikannya di College of Europe, Belgia, dan kemudian berlanjut di Harvard University, Amerika Serikat.

Ketertarikan Goenawan terhadap sastra berkembang secara bertahap sejak usia muda hingga ia menjadi salah satu penandatangan Manifesto Kebudayaan 1964. Pada usia 17 tahun, Goenawan mulai menunjukkan minat yang besar terhadap dunia sastra dengan aktif menulis. Dua tahun kemudian, di usia 19 tahun, ia mulai mengalihkan minatnya ke dalam dunia penerjemahan sastra dengan menerjemahkan puisi-puisi dari penyair wanita Amerika, Emily Dickinson. Aktivitas ini membantu Goenawan untuk lebih memahami teknik-teknik sastra serta meningkatkan pemahamannya terhadap karya-karya sastra.

Tidak hanya itu, Goenawan juga terus mengembangkan wawasannya dengan membaca karya-karya sastra dari berbagai penulis dan budaya. Hal ini membantu Goenawan untuk melihat dan memahami berbagai sudut pandang serta gaya penulisan yang berbeda-beda. Semua pengalaman ini secara bertahap membentuk pola pikir dan gaya penulisan Goenawan dalam dunia sastra, yang pada akhirnya membawanya menjadi sosok yang sangat peduli terhadap kebebasan berekspresi dan berpikir dalam bidang budaya, seperti yang dinyatakan dalam tindakan menjadi penandatangan Manifesto Kebudayaan 1964. 

Manifesto Kebudayaan adalah sebuah pernyataan yang berisi komitmen para penandatangan untuk memperjuangkan kebebasan berekspresi dan berpikir dalam bidang budaya. Manifesto ini dianggap sebagai tonggak penting dalam sejarah kebudayaan Indonesia karena menyoroti pentingnya kebebasan berpendapat, berkarya, dan berekspresi dalam membangun masyarakat yang demokratis dan beradab. Manifesto Kebudayaan 1964, yang ditandatangani oleh Goenawan dan tokoh-tokoh lainnya, juga menekankan pentingnya kesetaraan dalam berkebudayaan, menghormati keberagaman budaya, serta menolak segala bentuk otoritarianisme dan pembatasan kebebasan berpikir dan berekspresi. Tindakan Goenawan menandatangani manifesto ini mengakibatkan dia dilarang menulis di berbagai media umum pada masa itu, tetapi hal ini tidak menghentikan semangatnya dalam memperjuangkan kebebasan berpikir dan berekspresi.

Karier Goenawan dimulai sebagai redaktur Harian KAMI pada tahun 1969-1970 sembari menjadi redaktur Majalah Horison pada tahun 1969-1974. Ia juga pernah menjadi pemimpin redaksi Majalah Ekspres pada tahun 1970-1971 dan Majalah Swasembada pada tahun 1985. Namun, pencapaian terbesarnya adalah mendirikan majalah Mingguan Tempo pada tahun 1971.

Majalah Tempo telah menjadi salah satu majalah paling berpengaruh di Indonesia yang memberikan ruang yang luas bagi wacana kritis terhadap berbagai isu sosial dan politik. Melalui majalah ini, Goenawan berhasil menciptakan sebuah platform bagi jurnalis dan penulis untuk menyuarakan pendapat mereka secara bebas. 

Perjalanan Goenawan di Majalah Tempo juga mencerminkan karakter pemikirannya yang kritis. Sebagai pemimpin redaksi, ia tidak hanya menyajikan berita dan opini yang mendalam, tetapi juga membangun tradisi jurnalisme yang independen dan kritis. Goenawan seringkali menantang status quo dan kekuasaan yang ada, sehingga sering kali kontennya dianggap kontroversial, tetapi tetap relevan dengan kondisi sosial dan politik saat itu. Dengan begitu, peran Goenawan di Majalah Tempo tidak hanya memberikan kontribusi dalam dunia jurnalistik Indonesia, tetapi juga dalam membangun wacana kritis yang berdampak pada perkembangan demokrasi di Indonesia.

Selain aktif dalam dunia jurnalisme, Goenawan juga terlibat dalam seni pertunjukan. Ia menulis teks untuk wayang kulit yang dimainkan oleh Dalang Sujiwo Tedjo dan Dalang Slamet Gundono. Ia juga menulis drama-tari Panji Sepuh yang dikoreografi oleh Sulistio Tirtosudarmo. Penghargaan-penghargaan juga menghiasi perjalanan karier Goenawan. Ia menerima CPJ International Press Freedom Awards pada tahun 1998, International Editor of the Year Award pada tahun 1999, dan Bintang Budaya Parama Dharma.

Goenawan Mohamad adalah sosok inspiratif yang tidak hanya berperan sebagai seorang jurnalis dan penulis, tetapi juga sebagai seorang seniman yang berkontribusi dalam pengembangan budaya dan seni di Indonesia. Melalui karya-karyanya, ia terus menginspirasi generasi muda untuk terus berani menyuarakan pendapat dan berperan aktif dalam perubahan sosial.

Oleh : Muhammad Nizar Bustomi (Manifestor 2023)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here