Home Uncategorized Munir Festival, Peringatan 17 Tahun Kematian Munir

Munir Festival, Peringatan 17 Tahun Kematian Munir

616
0
SHARE
Room zoom Munirfest Chapter 1 FH UB (7/9/2021) | Foto: Endrianto Bayu

ManifesT, Malang, (Selasa, 07/09/2021) – Dalam rangka memperingati 17 tahun kematian aktivis HAM Munir Said Thalib, Kementerian Kajian Aksi dan Strategi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya menyelenggarakan acara webinar Munir Festival (Munifest) Chapter 1 yang bertajuk “Ironi Impunitas di Negara Hukum: 17 Tahun Mencari Hak Asasi dan Ketidakbecusan Pemerintah Dalam Penanganan Kasus Munir Said Thalib” pada Selasa, 7 September 2021 pukul 19.00 WIB. Acara tersebut turut dihadiri sivitas akademika Fakultas Hukum Universitas Brawijaya serta tiga narasumber diantaranya: Bivitri Susanti (STIH Jentera/KASUM), Fatia Maulidiyanti (KontraS), dan Al Araf (Imparsial).

Abdurrahman selaku Ketua Pelaksana menuturkan bahwa maksud dan tujuan diselenggarakannya Munirfest 2021 Chapter 1 karena bertepatan dengan tanggal kematian Munir pada 7 September serta dapat menjadi ruang bagi masyarakat untuk memahami pentingnya penegakan HAM.

 “Acara Munirfest kita selenggarakan untuk melahirkan insan-insan akademis dan intelektual yang nantinya akan melanjutkan napas pergerakan dan perjuangan bagi para mahasiswa di Indonesia. Harapan kita kedepannya yakni mendorong Pemerintah untuk menganggap kasus Munir Said Thalib sebagai pelanggaran HAM berat sehingga bisa selesai sampai pada akar permasalahannya,” ujar Abdurrahman.

Dalam diskusi Munirfest Chapter 1, Bivitri Susanti selaku Dosen STIH Jentera yang sekaligus Sekretaris Jenderal Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) menuturkan bahwa kasus Munir penting untuk dituntaskan karena berkaitan dengan rasa keadilan bagi korban dan juga masyarakat pada umumnya.

Dalam bahan tayang yang dipaparkan, Bivitri Susanti juga mengulas tentang pentingnya menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat karena dianggap penting terhadap penegakan hukum HAM di Indonesia.

Selain Bivitri, Fatia Maulidiyanti selaku Koordinator KontraS yang juga narasumber dalam forum Munirfest menguraikan bahwa dalam mengungkap kasus Munir negara sedang dihadapkan pada tantangan yang sangat berat. Selain berdasarkan alasan politik, konstruksi hukum perundang-undangan dalam menegakkan HAM juga dinilai masih belum memadai.

“Ada beberapa problematika di dalam UU No. 26 tahun 2000 yang membutuhkan revisi yang kerap kali dihiraukan Pemerintah dalam pelanggaran HAM berat. Jadi selalu ada didegradasi yang menjadi standar dalam UU 26/2000. Kemudian juga masih terdapat perbedaan pandangan di antara komisioner yang juga menjadi salah satu faktor terhambatnya upaya pengungkapan kasus Munir menjadi pelanggaran HAM berat,” ujar Fatia dalam sesi diskusi.

Dalam penjelasan lanjutannya, Fatia juga menganggap bahwa kedudukan dan peran Komnas HAM juga tidak terlalu kuat dalam mendorong penyelesaian pelanggaran HAM.

Sebagai pembicara ketiga, Al Araf yang merupakan rekan Munir dari Imparsial juga menyampaikan dampak dari pembunuhan Munir diantaranya:

  1. Ancaman serius dan teror terhadap pembela HAM
  2. Menghambat upaya pengungkapan kasus pelanggaran HAM
  3. Berulangnya kasus kekerasan dan pembatasan terhadap pembela HAM (mahasiswa, buruh, petani, jurnalis, dan lain-lain)
  4. Hambatan dalam pemajuan dan penegakan HAM di Indonesia

Berdasarkan kasus Munir yang dianggap “mangkrak” karena diabaikan oleh negara, Al Araf di akhir sesi diskusi mengajak kepada seluruh pemuda termasuk mahasiswa untuk berkontribusi aktif dalam mengawal dan mengusut berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Ia berharap tidak ada kejahatan HAM lain di kemudian hari serta berharap kasus Munir segera terungkap demi rasa keadilan. (ebs)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here